Buah Dari Ketaatan Zahid ra. Kepada Allah Dan Rasul-Nya

Sahabat Rasulullah yang satu ini adalah bukan termasuk pada golongan orang-orang kaya yang mendermakan hartanya di jalan Allah. Lalu bagaimanakah ia dapat memetik buah dari perjuangannya tersebut?

Salah satu sahabat Rasulullah dari golongan kaum Muhajirin ini termasuk dari kalangan orang miskin yang bertempat tinggal di Suffahnya masjid Nabawi, yaitu tempat tinggal kaum miskin Muhajirin semasa kenabian setelah hijrah.

Usianya kini sudah 35 tahun, namun pemuda yang bernama Zahid ra. ini belum juga menikah. Hingga datang pada suatu hari Rasulullah menghampiri Zahid yang sedang mempertajam pedangnya lalu Rasulullah mengucapkan salam. Dengan kedatang Rasulullah secara tiba-tiba itu, Zahid tersentak lalu menjawab salam Rasulullah dengan gugup.

Buah Dari Ketaatan Zahid ra. Kepada Allah Dan Rasul-Nya

Kemudian Rasulullah membuka pembicaraan dengan berkata, “Wahai Zahid saudaraku, sampai sekarang engkau masih sendiri,”.

Zahid menjawab, “Allah selalu bersamaku ya Rasulullah.” “Maksudku mengapa sampai sekarang engkau masih membujang, tidakkah engkau ingin menikah?” tanya Rasulullah.

Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini hanyalah orang biasa yang tidak mempunyai pekerjaan dan penampilanku tidak bagus, mana ada wanita yang mau denganku ini ya Rasulullah?” “Jika kamu ada kemauan, itu perkara yang mudah!” timpal Rasulullah.

Setelah percakapan itu terjadi, Rasulullah menugaskan kepada juru tulisnya untuk membuat sebuah surat yang berisi lamaran kepada seorang wanita yang bernama Zulfah binti Zaid. Ia adalah putri seorang bangsawan terkenal di Madinah yang memiliki paras sangat cantik.

Lalu surat tersebut diantarkan ke rumah Zahid untuk disampaikan kepada Said. Sesampainya Zahid di rumah Zaid, ia berdiam diri di depan karena kebetulan di rumah Said pun sedang ada tamu. Setelah mengucapkan salam, kemudian Zahid memberikan surat tersebut kepada Said yang langsung menerimanya. “Wahai Said saudaraku, aku kesini untuk menyampaikan surat dari Rasulullah untuk diberikan kepadamu.” Kata Zahid.

Lalu Said menjawab, “Sungguh merupakan suatu kehormatan bagiku.” Tidak lama kemudian surat tersebut dibaca oleh Said.

Lalu Said sangat kaget ketika membacanya. Karena sebagaimana kebiasaan orang Arab pada masa itu, tradisi perkawinan yang dianut adalah harus sepadan antara calon suami dan calon istri, yaitu seorang bangsawan harus menikah dengan keturunan bangsawan begitu juga sebaliknya.

Lalu Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, apakah benar surat yang kau berikan ini dari Rasulullah?”

Zahid pun menjawab, “Apakah engkau pernah mengetahui aku berbohong?” Melihat Said dan Zahid bercakap-cakap di depan rumah, lalu Zulfah menghampiri mereka dan berkata, “Wahai ayahku, mengapa kau terlihat tegang seperti itu, bukankah lebih baik tamu itu disuruh masuk ke rumah?” “Wahai putriku, tamu ini adalah pemuda yang sedang melamarmu untuk menjadi istrinya,” kata Said.

Mendengar pernyataan dari ayahnya itu Zulfah merasa terhina dan langsung menangis begitu saja sambil menatap Zahid dan berkata, “Wahai ayahku, banyak pemuda tampan dan kaya raya yang menginginkanku, aku tidak sudi ayah.”

Setelah itu Said berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, bukan aku menghalangi, namun engkau melihatnya sendiri putriku tidak mau denganmu dan tolong sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ini ditolak.”

Mendengar ayahnya menyebut-nyebut “Rasulullah”, maka Zulfah menghentikan tangisannya seraya bertanya, “Wahai ayahku, kenapa engkau membawa-bawa nama Rasulullah?”

Kemudian Said menjawab, “Orang yang melamarmu ini adalah atas dasar perintah Rasulullah.”

Seketika itu juga Zulfah langsung membaca istighfar berkali-kali menyesali atas kelancangan yang ia lakukan lalu berkata, “Wahai ayahku, mengapa ayah tidak mengatakan dari tadi bahwa orang yang melamarku ini atas perintah Rasulullah, jika memang begitu berarti aku harus segera dinikahkan dengan pemuda ini.” Sebab sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an Surah an-Nuur ayat 51:

إِنَّمَا كَانَ قَوۡلَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذَا دُعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَهُمۡ أَن يَقُولُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٥١

“ Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.”

Mengetahui Zulfah bersedia untuk menjadi istrinya, maka Zahid segera berpamitan untuk pulang dan pada hari itu hatinya merasa sangat bahagia.

Sesampainya di masjid, ia langsung melakukan sujud syukur dan Rasulullah pun tersenyum melihat tingkah laku Zahid yang sedang berbahagia itu.

“Bagaimana Zahid saudaraku?” sapa Rasulullah. “Alhamdulillah diterima ya Rasulullah,” jawab Zahid.

“Lalu sudahkah ada persiapan?” tanya Rasulullah.

“Saya tidak memiliki apapun, ya Rasul” jawab Zahid sambil menundukkan kepalanya.

Lalu Rasulullah menyuruhnya untuk mendatangi Abu Bakar, Ustman bin ‘Affan, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah memperoleh uang yang cukup banyak dari orang-orang dermawan yang disebutkan tadi, maka Zahid langsung pergi ke pasar untuk membeli persiapan pernikahan.

Pada waktu yang sama, Rasulullah memperingatkan kaum Muslimin untuk mempersiapkan diri menghadapi kaum kafir yang akan memerangi Islam.

Ketika Zahid melewati masjid, ia melihat kaum Muslimin sedang berkumpul dengan peralatan perang lengkap disertai senjata.

Zahid merasa heran lalu bertanya, “Ada apakah ini?”

Para sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan memerangi kita, apakah engkau tidak mengetahuinya?”

Mendengar pernyataan tersebut, Zahid membaca istighfar berkali-kali seraya berkata, “Baiklah, kalau begitu perlengkapan untuk pernikahanku ini akan kujual dan kubelikan kuda yang paling bagus.”

Maka para sahabat bertanya, “Wahai Zahid, bukankah malam ini engkau akan berbulan madu, tapi mengapa engkau ingin ikut berperang?” Lalu Zahid menjawabnya dengan tegas, “Itu tidak penting!” Lalu Zahid membacakan al-Qur’an surah at-Taubah ayat 24 berikut:

قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٞ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٖ فِي سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ ٢٤

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”

Dan akhirnya Zahid berjuang di medan perang dan meninggal dalam keadaan syahid memperjuangkan Diin Allah. Kemudian Rasulullah berkata, “Saat ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik dari pada Zulfah bin Said.”

Setelah itu Rasulullah menyampaikan al-Quran Surah Aali Imron ayat 169-170 dan Surah al-Baqarah ayat 154 sebagai berikut:

وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ ١٦٩ فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ وَيَسۡتَبۡشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمۡ يَلۡحَقُواْ بِهِم مِّنۡ خَلۡفِهِمۡ أَلَّا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ١٧٠

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb-nya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

وَلَا تَقُولُواْ لِمَن يُقۡتَلُ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتُۢۚ بَلۡ أَحۡيَآءٞ وَلَٰكِن لَّا تَشۡعُرُونَ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.

Subhaanallaah, ketika itu pula para sahabat meneteskan air mata dan Zulfah bin Said pun berkata, “Ya Allah, sungguh bahagianya calon suamiku itu, apabila aku tidak bisa menjadi pendampingnya di dunia, maka izinkanlah aku untuk menjadi pendampinginya di akhirat kelak.”

Tulis Komentar

Komentar yang Anda berikan dimoderasi. Jika sesuai dengan ketentuan, maka akan segera muncul.
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan santun serta tidak melakukan spamming.

Lebih baru Lebih lama