Ini Hukum Merayakan Kemerdekaan Indonesia Menurut Ajaran Islam

Tidak terasa saat ini sudah memasuki bulan Agustus 2021 yang sangat berarti dan memiliki histori mendalam bagi negara kita, Indonesia. Perayaan hari kemerdekaan di tahun 2021 ini merupakan HUT RI yang ke-76.

Merayakan hari kemerdekaan dengan berbagai bentuknya merupakan agenda tahunan yang rutin dilakukan oleh seluruh masyarakat di seantero Indonesia.

Perayaan hari kemerdekaan adalah wujud dari rasa syukur agar bangsa ini bisa terus mengenang perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh para pahlawan di masa kemerdekaan serta menanamkan jiwa nasionalisme baik kepada para pemuda, pelajar dan mahasiswa, serta tidak ketinggalan pula para santri di seluruh lembaga pondok pesantren ikut serta memperingati hari kemerdekaan.

Lantas, tahukah Anda bagaimana hukum merayakan kemerdekan Indonesia menurut pandangan Islam?

hukum merayakan hari kemerdekaan

Tidak ada satu pun dalil yang qath'i (jelas dan pasti) dalam syari'at Islam yang menjelaskan tentang hukum memperingati hari kemerdekaan atau HUT suatu negara, baik itu dalil yang mengharamkan melakukannya atau pun dalil yang menghalalkan merayakannya. Namun demikian, ada dua pendapat hukum dalam merayakan kemerdekaan.

Pendapat Yang Membolehkan

Ada sebagian yang berpendapat bahwa merayakan hari kemerdekaan merupakan kegiatan non-ritual ibadah yang pada dasarnya diperbolehkan.

Menimbang bahwa hal ini menjadi sebuah tradisi dan budaya masyarakat yang tidak ada di dalamnya melainkan sekedar ekspresi rasa syukur dan gembira atas nikmat yang Allah berikan pada peristiwa yang melatarbelakangi diselenggarakannya perayaan tersebut. Mereka berargumen dengan hukum asal segala sesuatu adalah merupakan hal yang halal dan mubah.

Menurut Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, pelaksanaan upacara bendera atau perayaan kemerdekaan sebagai salah satu bentuk refleksi atas perjuangan para pahlawan yang telah mampu mengibarkan merah putih sebagai awal kemerdekaan.

Dengan begitu, menurut Muhammadiyah, hormat kepada bendera ketika melaksanakan upacara bendera juga bukan merupakan bentuk penyembahan, melainkan sekadar bentuk penghormatan kepada jasa para pahlawan yang telah berjuang mengorbankan seluruh jiwa dan raga demi meraih kemerdekaan Indonesia.

Atas dasar itulah bahwa hormat kepada bendera bukanlah merupakan suatu hal yang dilarang menurut agama. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan saat melaksanakan upacara bendera dalam rangka merayakan kemerdekaan Indonesia atau dalam upacara bendera secara umum adalah pakaian yang dikenakan oleh para petugas upacara (paskibra). Para paskibra (pasukan pengibar bendera) ini hendaknya menggunakan busana yang menutup aurat dan sopan menurut syari'at.

Beberapa hal lain yang diperbolehkan juga berlaku pada tradisi atau adat istiadat yang biasa dilakukan masyarakat menjelang puncak hari kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu dalam bentuk perayaan yang sifatnya membangkitkan semangat juang para pahlawan yang telah gugur membela tanah air. Apalagi jika dalam acara tersebut diisi dengan berbagai kegiatan yang positif dan bermanfaat, seperti pengajian, tausiyah keagamaan serta penanaman nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme kepada masyarakat.

Namun, apabila dalam merayakan hari kemerdekaan diisi dengan acara yang tidak selaras atau bahkan bertentangan dengan syariat Islam dan norma sosial, maka perayaan tersebut bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang sia-sia atau bahkan haram. Dalam hal ini Rasulullah pun sudah memperingatkan umatnya agar meninggalkan segala perbuatan yang sia-sia.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya di antara ciri baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna (sia-sia). (HR. Ibnu Hibban, Syu'aib Al Arna'uth menilai hadits ini hasan lighairih)

Selain itu perlu diperhatikan juga bahwa perayaan HUT RI yang dilakukan jangan sampai menjerumuskan masyarakat pada perilaku israf (berlebih-lebihan) dan mubazir yang justru akan menodai makna dari kemerdekaan itu sendiri.

Disinilah perlu adanya peran aktif dari tokoh masyarakat untuk memberi edukasi kepada masyarakat bahwa perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia semestinya diisi dengan acara-acara yang edukatif, agar komitmen dan jiwa nasionalisme warga masyarakat bisa berkembang dengan baik.

Selain itu, yang tidak kalah penting adalah perlombaan yang diadakan seyogyanya adalah perlombaan-perlombaan yang bisa membentuk generasi muda menjadi yang berkarakter Islami, bukan sekadar perlombaan yang bersifat hura-hura, tidak mendidik atau bahkan jauh dari nilai-nilai luhur bangsa maupun agama.

Pendapat Yang Melarang

Pendapat yang kedua adalah melarang melakukan peringatan kemerdekaan dengan alasan bahwa ini adalah 'iid (hari raya) sedangkan hukum asal 'iid tanpa adanya syariat itu adalah haram. Hal tersebut karena saat Nabi Muhammad tiba di kota Madinah penduduknya baik Aus ataupun Khajraj merayakan sesuatu dalam dua hari. Saat ditanyakan kepada mereka mengenai dua hari tersebut.

Lantas mereka mengatakan bahwa dua hari tersebut adalah dua hari yang sudah mereka lakukan dan mengisinya dengan "main-main" semenjak masa jahiliah. Kemudian Nabi Muhammad bersabda bahwa Allah telah mengganti dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

“Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu hari Adha dan hari Fitri.” (Sunan Abi Dawud kitab ash shalat bab shalat al 'idain no. 1136 dan Sunan an Nasa'i kitab shalat al 'idain no. 1567)

Dari hadits ini maka sejumlah ulama membuat kesimpulan bahwa tidak boleh menentukan suatu hari dalam satu tahun untuk mengisinya dengan acara senang-senang dan main-main karena hari semacam itu sudah diganti oleh Allah dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.

Pendapat merayakan hari kemerdekaan ini merupakan bentuk tasyabbuh, meniru peribadatan orang kafir. Nabi Muhammad bersabda: man tasyabbaha biqoumin fahuwa minhum; Barangsiapa yang tasyabbuh dengan satu kaum, maka ia bagian dari mereka. Jika tasyabbuhnya dengan orang kafir, maka berarti termasuk bagian dari orang kafir.

Kesimpulan

Dari kedua pendapat yang telah kami sampaikan di atas, silahkan tentukan sikap dan yang terpenting adalah masing-masing dari kita agar senantiasa selalu saling menghormati antar sesama, baik itu terhadap orang yang berpegangan kepada pendapat yang membolehkan maupun pendapat yang melarang. Bijaklah dan memutuskan dan sampaikanlah kebenaran dengan kebaikan. Terimakasih.

Tulis Komentar

Komentar yang Anda berikan dimoderasi. Jika sesuai dengan ketentuan, maka akan segera muncul.
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan santun serta tidak melakukan spamming.

Lebih baru Lebih lama